Prostitusi dan Indonesia-ku

Di Terbitkan Ardana

Thank you for using rssforward.com! This service has been made possible by all our customers. In order to provide a sustainable, best of the breed RSS to Email experience, we've chosen to keep this as a paid subscription service. If you are satisfied with your free trial, please sign-up today. Subscriptions without a plan would soon be removed. Thank you!
Prostitusi atau yang lebih familiar dikenal dengan pelacuran adalah penjualan jasa seksual, speerti seks oral atau hubungan seks untuk mendapatkan uang. Kira-kira begtulah pengertian prostitusi dari apa yang pernah saya baca di Internet dan sumber-sumber lainnya.

Pelacauran atau prostitusi sudah ada sejak jaman dulu, terbukti dari adanya film-film zaman kesaktian sudah ada yang namanya pelacuran. Buktinya gak otentik sih, tapi saya fikir hanya buat pelengkap, karena kita gak hidup buat masa dulu, tapi buat yang akan datang. Hehe, berkilah dikit.

Terlepas dari sejarah dan pengertian dari prostitusi itu sendiri. Yang membuat saya terinspirasi menulis artikel ini adalah maraknya kegiatan penjualan manusia, khusunya anak-anak perempuan untuk menjadi seorang PSK (Pekerja Seks Komersial) baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri.

Factor ekonomi adalah hal yang menjadi faktor utama penyebab maraknya prostitusi di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa pemerintah sudah gagal dalam mensejahterakan bangsa ini. Namun, apa yang bertanggung jawab atas kita hanya pemerintah?

Pemerintah sebenarnya pernah membuat kebijakan bagus yang telah dihapus yaitu memberikan pelatihan ketrampilan bagi PSK namun ternyata program ini tidak berhasil dan para pelacur ngantor lagi menjadi PSK. Hal ini menandakan jika alasan terhimpitnya ekonomi bukan alasan utama menjadi PSK, namun bagaimana mendapat uang lebih besar dan cepat yang rata-rata enam juta rupiah per bulan. Sehingga kita dapat beragumen jika penyelesaian prostitusi bersifat majemuk, maksudnya saat pemerintah memberikan pelatihan, seharusnya pemerintah telah membuat hukum-hukum dengan sanksi yang jelas dan tegas; sidak dari polisi yang bersifat acak karena system sidak berkala dapat dengan mudah tercium oleh pelaku, ketegasan daerah setempat untuk menutup prostitusi illegal terlebih dahulu, memberikan layanan hot line berupa e-mail maupun telpon yang memberikan kesempatan masyarakat melapor kasus prostitusi, menaikkan pajak secara progresif yang pada akhirnya membuat bisnis prostitusi legal kolaps dan gulung tikar, menyediakan lapangan pekerjaan sehingga membutuhkan anggaran tambahan, mengadakan sosialisasi terkait hubungan penyakit kelamin dan HIV/AIDS dengan PSK maupun pelaku, hukuman dan denda yang lebih berat bagi PSK yang beroperasi lagi.

UNDP memprediksi pada tahun 2003, di Indonesia terdapat 190 ribu hingga 270 ribu pekerja seksual komersial dan 30% dibawah 18 tahun dengan 7 hingga 10 juta pelanggan. Tahun 2004, pemerintah mengestimasi sekitar 21.000 anak-anak dilacurkan di Pulau Jawa dan 70.000 di seluruh Indonesia (UNAIDS, 2006). Semakin menjamurnya PSK merupakan indikator perekonomian Indonesia masih labil. Sedikitnya ada 650.000 tempat prostitusi di Indonesia dan yang legal sekitar 150.000 prostitusi. Pernyataan "legal" tergolong "janggal" karena Indonesia termasuk negara yang mengharamkan bisnis esek-esek.

Meskipun Indonesia mengharamkan prostitusi, Dario Agnote menyatakan jika bisnis prostitusi merupakan asset penting di negara Asia Tenggara karena setiap tahunnya industry seks diestimasi menghasilkan 1.2-3.3 milyar USD, sekitar 0.8 dan 2.4% dari pendapatan perkapita negara dan di Jakarta sendiri menghasilkan 91 juta USD tiap tahunnya. Pendapatan yang besar tentu menjadi pemikiran sendiri dari beberapa kalangan pemerintah untuk mempertahankan bisnis prostitusi atau dengan kata lain Indonesia adalah negara legal prostitusi; buktinya Dolly yang saat ini masih "eksis" yang diakui negara.

Seandainya Indonesia mengilegalkan prostitusi, maka pemerintah akan mengerahkan kekuatannya untuk menghapus prostitusi dan adanya payung hukum yang tegas. Dengan kejelasan dan ketegasan hukum ditunjang dengan action pemerintah 100%, prostitusi akan surut, para wanita tidak berani menjadi pelacur ditunjang dengan bantuan pemerintah dalam memberikan pekerjaan baru, pemilik bisnis prostitusi yang tobat karena beratnya hukuman dan lama tahanan dengan standard yang tidak abu-abu seperti sekarang. Saat ini, jika seseorang dibuktikan melakukan bisnis esek-esek, maka para pelaku akan dikurung dalam waktu 5-10 tahun dengan denda 10-200 juta rupiah tanpa ada standard minimal-maksimalnya. Hal ini yang membuat pelaku bermain api dengan hukum karena di Indonesia.

Terlepas dari beberapa uraian yang terkesan ancur diatas. Perlu adanya sinergi antara pelaku, orang tua, Bandar, masyarakat, dan juga pemerintah demi menjaga kehormatan wanita Indonesia. Kesadaran bahwa MAMA atau IBU kita adalah wanita. Wanita sangat berharga. Akhirnya, saya berharap semua pihak terkait bisa menyadari bahwa prostitusi adalah hal yang tidak baik, dari segala aspek. Jadi, jauhi dan hindari. Rejeki yang halal itu banyak dan bisa datang darimana saja. Tinggal kesungguhan kita untuk mencarinya. Berusahalah baik-baik untuk anda. terima kasih

Sebagai data pelengkap berikut ini saya berikan beberapa kota yang paling marak terdapat bisnis pelacuran,

1. Lokalisasi Doly

Pernahkah anda singgah ke Lokalisasi Dolly ? Kawasan Pelacuran Prostitusi terbesar se-Asia tenggara yang terletak di Surabaya ini menawarkan wisata malam kehadapan kita semua. Lokalisasi Dolly telah menjelma menjadi kekuatan dan sandaran hidup bagi penduduk disana. Terdapat 800 lebih wisma esek-esek, cafe Dangdut dan panti pijat pelacuran plus-plus yang berjejer rapi dikawasan jarak tersebut.

Ada sekitar 9000 lebih Penjaja cinta, Pelacur Remaja dibawah umur, Germo, ahli pijat aurat yang selalu siap menawarkan alat kelaminnya kepada anda semua. Dan terdapat ribuan pedagang kaki lima, tukang parkir, calo Prostitusi, dll yang menggantungkan hidup di Lokalisasi Pelacuran jarak Dolly tersebut. Semua saling berkait menjalin sebuah simbiosis mutualisme.

2. Lokalisasi Sintai Batam

Lokalisasi Sintai merupakan lokalisasi terbesar di kepulauan batam. Mulai dari pelacur lokal hingga mancanegara ada disini, bahkan pelacur di tempat ini dikenai pajak pengahasilan negara sebesar 10 % dari pendapatan mereka per bulannya

3. Sarkem (Pasar Kembang)

Sarkem diambil dari nama pasar kembang, di daerah sosrowijayan, tengah kota jogja. Sarkem identik dengan yang namanya prostitusi. Memang disana banyak kupu kupu liar terutama di daerah sarkem antara rumah untuk tempat tinggal dan prostitusi membaur dan sudah sejak lama, sejak jaman penjajahan, dari sejarah nya memang di daerah sarkem dulu adalah tempat untuk membuang nafsu birahi. Dahulu juga banyak beredar kabar bahwa Sarkem adalah tempat untuk selir selir keraton.

4. SK (Sunan Kuning)

Sunan Kuning adalah sebuah lokalisasi WTS di Kota Semarang, Jawa Tengah. Terletak di dekat Pelabuhan Tanjung Mas dan Bandara Ahmad Yani. Lokalisasi ini merupakan lokalisasi terkenal di daerah Jawa Tengah. Mulai dari pelacur yang berumur muda maupun yang sudah tua ada disini.

5. Saritem

Saritem adalah sebuah lokalisasi yang terletak di kota Bandung, Jawa Barat. Lokalisasi ini terletak di dekat stasiun kereta. Tepatnya di antara jalan Astana Anyar dan Gardu Jati. Dari dulu berkali-kali diumumkan akan ditutup tapi tak pernah terjadi. Di depan jalan ini didirikan pesantren Dar Al Taubah, yang ironisnya menjadi pintu gerbang kompleks lokalisasi ini. Saritem berdiri jauh sebelum kemerdekaan RI, dan konon didirikan sehubungan dengan pembuatan jalan kereta api di akhir abad 19.

Postingan menarik lainnya:

07 Oct, 2012


-
Source: http://kaskusbetarefresh.blogspot.com/2012/10/prostitusi-dan-indonesia-ku.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
Diterbitkan Oleh : Lebihunik.com

ARTIKEL TERKAIT