"Nama Keumalahayati atau Malahayati mudah ditemukan di literatur Barat maupun China. Di Indonesia, dia memang tidak sepopuler Cut Nyak Dien, namun oleh peneliti barat, Malahayati disejajarkan dengan Semiramis, Permaisuri Raja Babilonia dan Katherina II, Kaisar Rusia..."
Wanita Aceh yang satu ini bukanlah Pendekar Komik dari Negeri Antah berantah. Ia benar-benar ada.
Malahayati namanya. Ia seorang Laksamana (Panglima Perang) Kerajaan Aceh.
Malahayati adalah figur yang banyak muncul dalam cacatan penulis asing dan bangsa Indonesia sendiri.
Malahayati, nama aslinya adalah
Keumala Hayati, hidup di masa Kerajaan (Kesultanan) Atjeh dipimpin oleh
Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah IV yang memerintah antara tahun 1589-1604 M. Malahayati pada awalnya adalah dipercaya sebagai kepala pengawal dan protokol di dalam dan luar istana. Karir militernya menanjak setelah kesuksesannya "
menghajar" kapal perang Belanda yang dipimpin oleh
Jenderal Cornelis de Houtman yang terkenal kejam. Bahkan
Cornelis de Houtman tewas ditangan Malahayati pada pertempuran satu lawan satu di geladak kapal pada 11 September 1599. Akhirnya beliau diberi anugerah gelar
Laksamana. Dan beliaulah
Laksamana Perempuan Pertama Di Dunia. Beliau juga sukses menghalau Portugis dan Inggris masuk ke Aceh.
Ia berasal dari keturunan sultan. Ayahnya,
Mahmud Syah, seorang laksamana. Kakeknya dari garis ayah, juga seorang laksamana bernama
Muhammad Said Syah putra
Sultan Salahuddin Syah yang memerintah tahun 1530-1539. Sultan Salahhuddin sendiri putera
Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530), pendiri kerajaan Aceh Darussalam. Dilihat dari asal keturunannya, darah meliter berasal dari kakeknya.
Kisah
Laksamana Malahayati walaupun tidak banyak, semua bercerita tentang kepahlawanannya. Pada saat dibentuk pasukan yang prajuritnya terdiri dari para janda yang kemudian dikenal dengan nama pasukan
Inong Balee, Malahayati adalah panglimanya (suami Malahayati sendiri gugur pada pertempuran melawan Portugis).
Pembentukan pasukan wanita yang semuanya janda yang disebut
Armada Inong Bale itu merupakan ide
Malahayati. Maksud dari pembentukan pasukan wanita tersebut adalah agar para janda tersebut dapat menuntut balas kematian suaminya. Laskar tersebut dinamai
Laskar Inong Balee atau yang bermakna Laskar para Janda pahlawan. Beranggotakan 2000 orang prajurit perempuan. Pasukan tersebut mempunyai benteng pertahahanan. Sisa – sisa pangkalan Bale Inong masih ada di
Teluk Kreung Raya.
Karir militer Malahayati terus menanjak hingga ia menduduki jabatan tertinggi di angkatan laut Kerajaan Aceh kala itu. Sebagaimana layaknya para pemimpin jaman itu, Laksamana Malahayati turut bertempur di garis depan melawan kekuatan Portugis dan Belanda yang hendak menguasai jalur laut Selat Malaka.
Di bawah kepemimpinan Malahayati, Angkatan Laut Kerajaan Aceh terbilang besar dengan armada yang terdiri dari ratusan kapal perang. Adalah Cornelis de Houtman, orang Belanda pertama yang tiba di Indonesia, pada kunjungannya yang ke dua mencoba untuk menggoyang kekuasaan Aceh pada tahun 1599. Cornelis de Houtman yang terkenal berangasan, kali ini ketemu batunya. Alih-alih bisa meruntuhkan Aceh, Armadanya malah porak poranda digebuk armada Laksamana Malahayati.
John Davis, seorang berkebangsaan Inggris, nahkoda di sebuah kapal Belanda yang mengunjungi Kerajaan Aceh pada masa
Malahayati menjadi Laksamana. melaporkan, Kerajaan Aceh pada masa itu mempunyai perlengkapan armada laut terdiri dari 100 buah kapal perang, diantaranya ada yang berkapasitas 400 - 500 penumpang. Masa itu Kerajaan Aceh memiliki angkatan perang yang kuat. Selain memiliki armada laut, di darat ada pasukan gajah. Kapal-kapal tersebut bahkan juga ditempatkan di daerah-daerah kekuasaan Aceh diberbagai tempat.
Kekuatan Keumalahayati mendapat ujian pertamakalinya ketika terjadi kontak senjata antara Aceh dengan pihak Belanda. Pada tanggal 21 Juni 1599, dua kapal Belanda yang dipimpin dua bersaudara
Coernelis de Houtman dan
Federick de Houtman berlabuh dengan tenang di Aceh. Laksamana Malahayati menyerang kedua kapal tersebut. Dalam penyerangan itu,
Cornelis de Houtman sendiri Tewas ditangan
Laksamana Malahayati dan beberapa anak buahnya juga terbunuh. Sedangkan
Federick de Houtman ditawan dan dijebloskan ketahanan Kerajaan Aceh.
Sesuatu yang menggegerkan bangsa
Eropa dan terutama
Belanda sekaligus menunjukkan kewibawaan
Laksamana Keumalahayati ketika
Mahkamah Amsterdam menjatuhkan hukuman denda kepada
Van Caerden sebesar
50.000 gulden yang harus dibayarkan kepada Aceh. Uang sejumlah itu benar-benar dibayarkan kepada yang berhak. Denda tersebut adalah buntut tindakan
Paulus van Caerden ketika datang ke Aceh menggunakan dua kapal, menenggelamkan kapal dagang Aceh serta merampas muatannya berupa lada, lalu pergi meninggalkan Aceh.
Selain armada Belanda,
Laksamana Malahayati juga berhasil menggebuk armada
Portugis. Reputasi Malahayati sebagai penjaga pintu gerbang kerajaan membuat Inggris yang belakangan masuk ke wilayah ini, memilih untuk menempuh jalan damai. Surat baik-baik dari
Ratu Elizabeth I yang dibawa oleh
James Lancaster untuk Sultan Aceh, membuka jalan bagi Inggris untuk menuju Jawa dan membuka pos dagang di Banten. Keberhasilan menempuh jalan damai ini membuat
James Lancaster dianugerahi gelar bangsawan sepulangnya ia ke Inggris.
Peristiwa penting lainnya selama
Malahayati menjadi Laksama adalah ketika ia mengirim tiga utusan ke Belanda, yaitu
Abdoelhamid,
Sri Muhammad dan
Mir Hasan ke Belanda. Ketiganya merupakan duta-duta pertama dari sebuah kerajaan di Asia yang mengunjungi negeri Belanda.
Ketika Negara-negara maju berkoar masalah kesetaraan gender terutama terhadap Negara berkembang dewasa ini, wilayah nusantara telah lama mempunyai pahlawan gender yang luar biasa. Dialah
Laksamana Malahayati, Laksamana perang wanita pertama di dunia.
Setelah wafat
Malahayati dimakamkan tidak jauh dari
Benteng Inong Balee, sekitar 3 Km dari benteng berada diatas bukit. Lokasi makam pada puncak bukit, merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap tokoh yang dimakamkan. Penempatan makam di puncak bukit kemungkinan dikaitkan dengan anggapan bahwa tempat yang tinggi itu suci.
Kiprah
Malahayati makin mengukuhkan bahwa peran wanita tidak bisa dikesampingkan. Wanita sesungguhnya memiliki kekuatan yang tak kalah dengan pria. Namun memang, implementasinya memang tidak bisa seperti zaman penjajahan dulu. Di zaman sekarang, kekuatan wanita ditunjukkan melalui perannya dalam masyarakat, terutama dalam menjalankan karir maupun usahanya. Wanita kini tak lagi hanya berkutat di dapur, sumur dan kasur, tetapi bisa menunjukkan performa terbaik di dalam pekerjaannya tanpa mengesampingkan kodratnya sebagai istri sekaligus ibu.
Banyak cacatan orang asing tentang
Malahayati. Kehebatannya memimpin sebuah angkatan perang ketiga itu diakui oleh negara Eropa, Arab, Cina dan India. Namanya sekarang melekat pada kapal perang RI, KRI Malahayati, Kama kKampus, Nama Pelabuhan, Nama Jalan, Nama Rumah Sakit dan Sebagainya.
Admin 15 Jun, 2013
-
Source:
http://beritaanehunikgokil.blogspot.com/2013/06/malahayati-laksamana-armada-perang.html--
Manage subscription | Powered by
rssforward.com