VIVAnews - Insan pers yang tergabung dalam lintas organisasi wartawan di Riau menyampaikan sejumlah hal terkait insiden pesawat Hawk 200 milik TNI AU yang jatuh di Jalan Amal, kawasan Pandau, Pekanbaru, Selasa 16 Oktober 2012 dalam surat yang ditujukan kepada Presiden.
Mereka antara lain Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Solidaritas Wartawan untuk Transparansi (Sowat)
Surat itu berisi ucapan keprihatinan atas peristiwa pesawat yang jatuh tersebut dan mengecam upaya penghalang-halangan yang dilakukan anggota TNI AU di lapangan terhadap sejumlah wartawan, baik media cetak, online, radio dan televisi yang sedang bertugas mendapatkan informasi dan gambar di sekitar lokasi kejadian.
"Mengecam keras tindakan represif anggota TNI AU di lapangan kepada sejumlah wartawan, seperti memukul dan merampas kamera foto dan kamera video dari tangan wartawan," demikian kutipan isi surat tersebut yang diterima VIVAnews, Selasa 16 Oktober 2012.
Turut menjadi pihak penandatangan dalam surat tersebut antara lain Dheni Kurnia (Ketua PWI Cabang Riau), Tony Hidayat (Ketua PJI Pengda Riau), Yusril Ardanis (Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Cabang Riau), Ilham Yasir (Ketua AJI Pekanbaru), Melvinas Priananda (Ketua Pewarta Foto Indonesia Riau), dan Syhanan Rangkuti (Ketua Sowat).
Solidaritas ini meminta agar Komandan Lanud Pekanbaru Kolonel (Pnb) Bowo Santoso dicopot dari jabatannya. Serta meminta kepada pihak Lanud Pekanbaru untuk bertanggung jawab atas kerugian materil yang dialami wartawan korban tindakan represif anggota TNI AU di lapangan.
Selain itu, juga mendesak agar perkara penganiayaan yang dilakukan oleh Letkol Robert Simanjuntak, Lanud Roesmin Nurjadin beserta beberapa anggota Yon 462 Paskhas pada Selasa tanggal 16 Oktober 2012 sekitar pukul 09.30 WIB di daerah jatuhnya pesawat Hawk 100/200 di daerah Pasir Putih Pandau Permai Pekanbaru, kepada tiga wartawan yang menjadi korban, diproses secara hukum.
Menurut solidaritas organisasi wartawan ini, kekerasan yang dilakukan aparat TNI terhadap rakyat adalah pengingkaran terhadap Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Janji Prajurit.
"Kekerasan terhadap rakyat adalah pertanda ketidakpatuhan terhadap hukum yang semestinya dijunjung tinggi setiap prajurit. kesewenang-wenangan terhadap rakyat tidak dapat diterima."
Wartawan yang melaksanakan tugas jurnalistik di lapangan dilindungi Undang-Undang No 40/1999 tentang Pers. Tidak ada aturan yang melarang wartawan Indonesia, untuk melaporkan peristiwa yang terjadi di lapangan. Menghalangi-halangi tugas jurnalistik adalah kejahatan yang diancam dengan hukuman pidana.
Dalam surat itu juga menyatakan bahwa kecelakaan pesawat tempur bukanlah sesuatu yang bersifat sebagai rahasia negara. Di era modern ini, apapun yang terjadi di belahan dunia lain akan tersebar dengan cepat dalam hitungan menit, tanpa dapat dicegah.
"Penghormatan negara lain terhadap kedaulatan RI, juga tidak ditentukan hanya karena satu pesawat tempur militer yang jatuh," demikian kutipan surat tersebut.
Untuk itu, surat tersebut disampaikan dengan maksud agar kejadian semacam itu tidak terulang di masa yang akan datang. "Kami berharap Bapak Presiden, sebagai Panglima Tertinggi TNI memberi teguran dan arahan kepada aparat TNI di lapangan, untuk tidak menyakiti hati rakyat," demikian kutipan surat.
Solidaritas oragnisasi wartawan Riau juga meminta agar aparat militer di Tanah Air menghormati tugas para jurnalis di lapangan. "Kami meminta agar prajurit yang telah melakukan kekerasan dihukum sesuai perundang-undangan RI."
sumber : http://nasional.news.viva.co.id/news...urati-presiden
kasian ane liat itu wartawan digituin :berdukas semoga oknum TNI tersebut minta maaf dan dihukum..!!!
Postingan menarik lainnya:
17 Oct, 2012
-
Source: http://kaskusbetarefresh.blogspot.com/2012/10/oknum-tni-au-lakukan-kekerasan-insan.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com